BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit
Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus. Dikenalkan
pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson, 1948 mengemukakan
bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
Ada beberapa pengertian mengenai Hirschsprung atau Mega Colon, namun pada
intinya sama dengan penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada
evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel–sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi 3 Kg,
lebih banyak laki – laki dari pada aterm dengan berat lahir perempuan.
Hischsprung
Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach
dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada
rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus
(Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan
hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat
terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih
proksimal. Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah
Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886.
Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga
tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang
dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus akibat defisiensi ganglion. HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran
hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara
pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke
RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa
decade ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan
intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD
dengan enterokolitis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dari Hirschsprung?
2. Apa
etiologi/penyebab dari Hirschsprung?
3. Apa
tanda dan gejala Hirschprung?
4. Bagaimana
penatalaksanaan dari Hirschsprung?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian
Hirschsprung
2.
Untuk mengetahui etiologi Hirschsprung
3.
Untuk mengetahui tanda dan gejala Hirschsprung
4.
Untuk mengetahui penatalaksanaan Hirschsprung
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Ada
beberapa pengertian mengenai hirschprung, namun pada intinya sama yaitu
penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan
tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
a. Hirschsprung
atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel –sel ganglion dalam
rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus
spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ).
b. Hirschprung
adalah sebuah kelainan bawaan lahir yang cukup jarang terjadi dan mengakibatkan
beberapa kerusakan karena tidak sempurnanya system kerja usus. Kasus terbanyak
dialami oleh pria dan umumnya ditemukan pada anak-anak yang memiliki syndrome
down.kelainan ini dapat berakibat kematian atau kelainan kronis lainnya.
(Sudarti, M.Kes, dkk, 118)
c. Hirschprung
adalah suatu kelainan bawaan tidak terbentuknya sel ganglion parasimpatis dari
pleksus mesentrikus/ aurebach padakolon bagian dista. (Andi Maryam, S.ST, SKM,
M.kes, dkk, 57)
d. Penyakit
Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari
sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, tetapi
selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. 3 Kelainan ini
dikenal sebagai congenital aganglionesis, aganglionic megacolon, atau
Hirschsprung’s disease.
Sekitar 1 di antara 4400
sampai 7000 kelahiran hidup. Rata-rata 1: 5000. Dalam kepustakaan disebutkan
lelaki lebih banyak, dengan rasio lelaki 4:1 perempuan di Jakarta perbandingan
ini adalah 3:1. Untuk penyakit Hirschsprung segmen panjang rasio
lelaki/perempuan ialah 1:1. Tidak terdapat distribusi rasial untuk penyakit
ini. Penyakit ini jarang mengenai bayi dengan riwayat prematuritas. Risiko
tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai
riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome.
Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau
colon transversum pada 17% kasus. Anak kembar dan adanya riwayat keturunan
meningkatkan resiko terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi
tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai 17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada
anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung
lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh
ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada
colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga
dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment
aganglionosis. Mortalitalitas/Morbiditas Penyakit hirschsprung ditemukan
barkaitan dengan beberapa penyakit diantaranya:
1. Down syndrome
2. Neurocristopathy
syndromes
3. Waardenburg-Shah
syndrome.Yemenite deaf-blind syndrome
4. Piebaldism
5. Goldberg-Shprintzen
syndrome
6. Multiple endocrine
neoplasia type II
7. Congenital central
hypoventilation syndrome
2.2
Etiologi
Adapun
yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada:
a. Down
syndrom
b. kegagalan
sel neural pada masa embrio dalam dinding usus
c. gagal
eksistensi
d. kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa
dinding plexus.
Hirschsprung terjadi karena adanya
permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di
atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit
biasanya tidak ada sama sekali atau kalaupun ada sedikit sekali. Namun yang
jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung
sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat
mendorong kotoran keluar dari anus. Dalam keadaan normal, bahan makanan yang
dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari
otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan
peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf
yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot.
Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini
tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak
memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan
terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada
bayi laki-laki. Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya,
misalnya sindroma Down.
2.3
Tanda
dan Gejala
a. Gejala
yang ditemukan pada bayi baru lahir adalah:
Dalam rentang waktu 24-48 jam bayi tidak
mengeluarkan mekonium (kotoran pertama bayi yang berbentuk seperti pasir
berwarna hijau kehitaman)
1. Malas makan
2. Muntah yang berwarna hijau
3. Pembesaran perut (perut menjadi
buncit).
b. Pada masa pertumbuhan (Usia 1-3
tahun):
1.
Tidak dapat meningkatkan berat badan
2.
Konstipasi (sembelit)
3.
Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4.
Diare cair yang keluar seperti di semprot.
5.
Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus yang di anggap sebagai keadaan yang serius dan
dapat mengancam jiwa.
c. Pada anak-anak di atas 3 tahun,
gejala bersifat kronis:
1.
Konstipasi (sembelit)
2.
Kototran berbentuk pita
3.
Berbau busuk
4.
Pembesaran perut
5.
Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6.
Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia.
Distensi
abdomen merupakan gejala penting lainnya. Distensi abdomen merupakan
manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh kelainan
lain. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya disekitar umbilicus,
punggung, dan disekitar genitalia ditemukan bila terdapat komplikasi
peritonitis. Gambaran abdomen tersebut ini mirip dengan gambaran abdomen pada
penyakit lain seperti enterokolitis nekrotikans neonatal, atresia ileum dengan
komplikasi perforasi, peritonitis intrauterin, dll. Muntah yang berwarna hijau
sering terjadi pada penyakit Hirschsprung.
Karena
disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat terjadi pula pada gangguan pasase
usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis nekrotikans neonatal, atau
peritonitis intrauterine. Penyakit Hirschsprung dengan komplikasi enterokolitis
menampilkan distensi abdomen disertai diare berupa feses cair bercampur mucus
dan berbau busuk, dengan atau tanpa darah dan umumnya berwarna kecoklatan Pada
pemeriksaan fisik sering terlihat tidak adanya distensi abdomen. Penilaian
posisi anus pada perineum sangatlah penting. Terdapat anus imperforate dibagian
bawah dalam keadaan terbuka yang dapat menggantikan langsung bagian anterior
ini juga dapat menyebabkan konstipasi. Pada pemeriksaan rectum pasien
Hirschsprung memperlihatkan anus yang kaku dan bisa mengakibatkan kesalahan
diagnosis karena dianggap sebagai stenosis anus. Pemeriksaan enema barium harus
dikerjakan pada neonatus dengan keterlambatan mekonium disertai distensi
abdomen dan muntah hijau, meskipun dengan pemeriksaan colok dubur gejala dan
tanda-tanda obstruksi usus telah mereda atau hilang. Enema barium berisikan
kontras cairan yang larut dalam air, yang sangat akurat untuk mendiagnosis
penyakit Hirschsprung.
Tanda-tanda
klasik radiografik yang khas untuk penyakit Hirschsprung adalah:
1. Segmen sempit dari sfingter anal
dengan panjang tertentu.
2. Zona transisi, daerah perubahan
dari segmen sempit ke segmen dilatasi.
3. Segmen dilatasi.
2.4
Penatalaksanaan
Pada
dasarnya penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dicapai dengan
pembedahan, berupa pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan
pengembalian kontinuitas usus. Terapi medis hanya dilakukan untuk persiapan
bedah. Prosedur bedah pada penyakit hirscshsprung dapat berupa bedah sementara
dan bedah definitive. Secara klinis, bagian usus yang tidak ada persarafannya
ini harus di buang lewat pembedahan atau operasi. Operasi pada kasus ini
biasanya dilakukan dua kali. Pertama, di buang usus yang tidak ada
persarapannya. Kedua, kalau usus bisa di tarik ke bawah, langsung di sambung ke
anus ke anus. Kalau ternyata ususnya belum bisa di tarik, maka di lakukan
operasi ke dinding perut, yang di sebut dengan kolostomi. Yaitu di buat lubang
ke dinding perut. Jadi bayi akan BAB lewat lubang tersebut. Kalau ususnya sudah
cukup panjang bisa di operasi lagi untuk di turunkan dan di sambunglangsung ke
anus. Sayang sekali kadang-kadang proses ini cukup memakan waktu lebih dari 3
bulan, bahkan mungkin hingga 6-12 bulan.
Setelah
operasi biasanya BAB bayi akan normal kembali, kecuali kasus tertentu misalnya
karena kondisi yang sudah terlalu parah. Jika terjadi perforasi (perlubangann
usus) atau enterokolitis, di berikan antibiotic. Ada beberapa cara tindakan
pembedahan yang dapat digunakan untuk tindakan bedah definitif antara lain:
1.
Teknik
Swenson
Pada cara ini dilakukan rektosigmoidektomi
dengan preservasi sfingter anal. Anastomosis dilakukan langsung di luar rongga
peritoneal. Pungtum rektum ditinggalkan 2-3 cm dari garis mukokutan. Komplikasi
pasca bedah antara lain kebocoran anastomosis, stenosis, inkotinensi,
enterokolitis, dll. Pada swenson, enterokolitis diduga terjadi akibat spasme
pungtum rektum yang ditinggalkan (anal sphincter tightness). Untuk mengurangi
keadaan tersebut, maka swenson melakukan sfingterektomi parsial posterior.
Yaitu pungtum rektum ditinggalkan 2 cm di bagian anterior dan 0,5 cm di bagian
posterior. Sampai saat ini, banyak dokter bedah melakukan sfingterektomi
tersebut. Tehnik pembedahan dilakukan dengan reseksi kolon dimulai dengan
pemotongan arteri dan vena sigmoidalis dan hemorhoidalis superior. Segmen
sigmoid dibebaskan beberapa cm dari dasar peritoneum sampai 12 cm proksimal
kolostomi.
Pungtum rektosigmoid dibebaskan dari
jaringan sekitarnya di dalam rongga pelcis untuk dapat tiprolapskan melalui
anus. Pembebasan kolon proksimal dilakukan untuk memungkinkan kolon tersebut
dapat ditarik ke perineum melalui anus tanpa tegangan.
Pungtum rektum diprolapskan dengan tarikan
klem yang dipasang di dalam lumen. Pemotongan rektum dilakukan dengan arah
miring, 2 cm di bagian anterior dan 0,5 di bagian posterior. Selanjutnya kolon
proksimal ditarik di perineum melalui pungtum rektum yang telah dibuka.
Anastomosis dilakukan dengan jahitan dua lapis menggunakan benang sutera atau
vicryl. Setelah anastomosis selesai, rektum dimasukkan kembali ke dalam rongga
pelvis. Reperitonealisasi dilakukan dengan perhatian pada vaskularisasi kolon
agar tidak terjahit. Penutupan dinding abdomen dilakukan setelah pencucian
rongga peritoneum. Kateter dan pipa rektal kecil dipertahankan selama 2-3 hari.
2.
Teknik
Duhamel
Kolon yang berganglion normal di proksimal
ditarik melalui retrorektal transanal dan dilakukan anastomosis kolorektal
ujung ke sisi. Kemudian kolon proksimal ditarik melalui retrorektal transanal
dan dilakukan anastomosis kolorektal ujung ke sisi. Pada prosedut duhamel
anastomosis kolon proksimal dilakukan pada sfingter anal internal, hal ini
dinilai kurang baik sebab sering terjadi stenosis, inkontinensi, dan
pembentukkan fekaloma dalam pungtum rektum yang ditinggalkan terlalu panjang.
Sehingga hingga saat ini metode duhamel sudah banyak dimodifikasi untuk
mendapat hasil yang lebih baik.Tehnik pembedahan dilakukan dengan reseksi
segmen sigmoid dikerjakan seperti swenson. Pungtum rektum dipotong sekitar 2-3
cm di atas dasar perineum dan ditutup dengan jahitan dua lapis memakai benang
sutera atau vicryl.
Ruang rektorektal dibuka sehingga seluruh
permukaan dinding posterior bebas. Sayatan endoanal setengah lingkaran
dilakukan pada dinding posterir rektum pada jarak 0,5 cm dari linea dentata.
Selanjutnya kolon proksimal ditarik retrorektal melalui insisi endoanal keluar
anus. Mesokolon diletakkan di bagian posterior. Anastomosis kolorektal
dilakukan untuk membentuk rektum baru dengan menghilangkan septum (dinding
rektum posterior dan dinding anterior kolon proksimal).
3.
Teknik
Soave Operation
Dilakukan pembuangan lapisan mukosa
rektosigmoid dari lapisan seromuskular. Selanjutnya dilakukan penarikan kolon
berganglion keluar anus melalui selubung seromuskular rektosigmoid. Prosedur
ini disebut juga sebagai prosedur pull through endorektal. Setelah 21 hari,
sisa kolon yang diprolapskan dipotong.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Hirschsprung adalah suatu
kelainan bawaan berupa aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke
arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, tetapi selalu termasuk anus dan
setidak-tidaknya sebagian rektum. 3 Kelainan ini dikenal sebagai congenital
aganglionesis, aganglionic megacolon, atau Hirschsprung’s disease. Hirschsprung
terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah,
mulai anus hingga usus di atasnya. Namun
yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung
sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat
mendorong kotoran keluar dari anus. Dalam keadaan normal, bahan makanan yang
dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari
otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan
peristaltik). Gejala yang ditemukan pada bayi baru lahir yaitu dalam rentang
waktu 24-48 jam bayi tidak mengeluarkan mekonium (kototran pertama bayi yang
berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman, malas makan,muntah yang
berwarna hijau, pembesaran perut (perut menjadi buncit). Pada dasarnya
penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dicapai dengan pembedahan, berupa
pengangkatan segmen usus aganglion, diikuti dengan pengembalian kontinuitas
usus. Prosedur bedah pada penyakit hirscshsprung dapat berupa bedah sementara
dan bedah definitive. Insidens penyakit Hirschsprung adalah sekitar 1 di antara
4400 sampai 7000 kelahiran hidup. Dalam kepustakaan disebutkan lelaki lebih
banyak, dengan rasio lelaki 4:1 perempuan. Penyakit ini jarang mengenai bayi
dengan riwayat prematuritas.
3.2 Saran
Adapun saran yang diajukan dalam
makalah ini, yaitu:
1.
Dalam mempelajari asuhan neonatus, seorang calon bidan diharapkan mengetahui
kelainan kongenital atau cacat bawaan yang biasanya terjadi pada neonatus
sehingga mampu memberikan asuhan neonatus dengan baik dan sesuai dengan
kewenangan profesi.
2.
Kepada pembaca, jika menggunakan makalah ini sebagai acuan dalam pembuatan
makalah atau karya tulis yang berkaitan dengan judul makalah ini, diharapkan
kekurangan yang ada dalam makalah ini dapat diperbaharui dengan lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar